No.182, 2019 KESRA. Pekerja. Sosial. (Penjelasan dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6397)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2019
TENTANG PEKERJA
SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara bertanggung jawab untuk melindungi
segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia yang dilakukan melalui
penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
b.
bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial saat ini belum optimal dan terjadi perubahan
sosial di dalam masyarakat
yang berdampak pada peningkatan jumlah dan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial;
c.
bahwa permasalahan kesejahteraan sosial perlu ditangani melalui
praktik pekerjaan sosial yang profesional, terencana, terpadu, berkualitas, dan berkesinambungan untuk memperbaiki dan
meningkatkan keberfungsian sosial;
d.
bahwa
pengaturan pekerja sosial masih bersifat parsial dan belum sepenuhnya diatur dalam suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
2019, No. 182 -2-
perlu membentuk Undang-Undang tentang Pekerja
Sosial;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEKERJA
SOSIAL.
BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1.
Pekerja Sosial adalah seseorang
yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai
praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi.
2.
Praktik Pekerjaan
Sosial adalah penyelenggaraan pertolongan profesional yang terencana, terpadu,
berkesinambungan dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi
sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
3.
Keberfungsian Sosial adalah suatu kondisi yang memungkinkan individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat mampu
memenuhi kebutuhan dan hak dasarnya,
melaksanakan tugas dan peranan
sosialnya, serta mengatasi
masalah dalam kehidupannya.
4.
Pencegahan Disfungsi
Sosial adalah upaya untuk mencegah
keterbatasan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat dalam menjalankan keberfungsian sosialnya.
-3-
2019, No.182
5.
Rehabilitasi
Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
6.
Pemberdayaan Sosial
adalah upaya yang diarahkan untuk menjadikan individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah
sosial agar berdaya
sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya.
7.
Pengembangan Sosial adalah upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
atau daya guna individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang sudah berfungsi
dengan baik.
8.
Pelindungan
Sosial adalah upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan
dan kerentanan sosial.
9.
Klien adalah
penerima manfaat pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial
yang meliputi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
10. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan secara
hukum terhadap kompetensi Pekerja Sosial untuk dapat menjalankan praktik di seluruh
Indonesia setelah lulus Uji Kompetensi.
11. Uji Kompetensi adalah proses penilaian
kompetensi secara terukur
dan objektif untuk
menilai capaian kompetensi dalam Praktik Pekerjaan Sosial dengan mengacu
pada standar kompetensi.
12. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Pekerja
Sosial yang memiliki
Sertifikat Kompetensi untuk menjalankan Praktik
Pekerjaan Sosial di Organisasi Pekerja
Sosial.
13. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Organisasi Pekerja
Sosial kepada Pekerja
Sosial yang telah diregistrasi.
2019, No. 182 -4-
14. Registrasi Ulang adalah
pencatatan ulang terhadap
Pekerja Sosial yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
15. Surat Izin Praktik
Pekerja Sosial yang selanjutnya disingkat
SIPPS adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Pekerja Sosial sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik
Pekerjaan Sosial.
16. Organisasi Pekerja Sosial
adalah wadah berhimpun Pekerja Sosial yang bersifat independen, mandiri, dan berbadan
hukum.
17. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud
dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
18. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal 2
Pekerja Sosial melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial dengan
berasaskan:
a.
nondiskriminatif;
b. kesetiakawanan;
c.
keadilan;
d. profesionalitas;
e.
kemanfaatan;
f.
keterpaduan;
g.
kemitraan;
h. aksesibilitas; dan
i.
akuntabilitas.
-5-
2019, No.182
Pasal 3
Pekerja Sosial melaksanakan Praktik
Pekerjaan Sosial dengan tujuan:
a.
mencegah
terjadinya disfungsi sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
b.
memulihkan dan meningkatkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat;
c.
meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi masalah kesejahteraan sosial;
d.
meningkatkan kualitas
manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam rangka
mencapai kemandirian individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat; dan
e.
meningkatkan
kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara
melembaga dan berkelanjutan.
BAB II
PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
Bagian Kesatu Umum
Pasal 4
Praktik Pekerjaan Sosial meliputi:
a.
Pencegahan Disfungsi
Sosial;
b. Pelindungan Sosial;
c.
Rehabilitasi Sosial;
d. Pemberdayaan Sosial; dan
e.
Pengembangan Sosial.
Pasal 5
Praktik Pekerjaan Sosial harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana pelayanan sesuai dengan
standar pelayanan dan standar
operasional prosedur.
2019, No. 182 -6-
Bagian Kedua Pencegahan Disfungsi
Sosial
Pasal 6
(1)
Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a merupakan intervensi pekerjaan sosial
yang ditujukan untuk
mencegah terjadinya disfungsi
sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(2)
Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. penyuluhan sosial;
b. bimbingan sosial;
c.
pendampingan sosial;
d. peningkatan kapasitas;
e.
pelatihan keterampilan;
f.
pelayanan aksesibilitas;
g.
advokasi sosial; dan/atau
h.
Pencegahan Disfungsi Sosial bentuk lain.
(3)
Pencegahan Disfungsi
Sosial bentuk lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf h ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketiga Pelindungan Sosial
Pasal 7
(1)
Pelindungan
Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk mencegah
dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat agar kelangsungan hidupnya
dapat dipenuhi sesuai
dengan kebutuhan dasar minimal.
(2)
Pelindungan Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
dilakukan melalui:
a.
bantuan sosial;
-7-
b. advokasi sosial; dan/atau
c.
pemberian akses bantuan hukum.
Bagian Keempat Rehabilitasi Sosial
2019, No.182
Pasal 8
(1)
Rehabilitasi Sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf c merupakan intervensi
pekerjaan sosial yang ditujukan untuk
memulihkan dan mengembangkan kemampuan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang mengalami disfungsi sosial
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2)
Rehabilitasi
Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan koersif.
Pasal 9 Rehabilitasi Sosial terdiri atas:
a.
Rehabilitasi Sosial dasar; dan
b.
Rehabilitasi Sosial lanjut.
Pasal 10
(1)
Rehabilitasi
Sosial dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a merupakan upaya
yang dilakukan untuk memulihkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat.
(2)
Rehabilitasi Sosial dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam bentuk:
a. motivasi
dan diagnosis psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
c.
bimbingan mental spiritual;
d. bimbingan fisik;
e.
bimbingan sosial dan konseling;
f.
pelayanan aksesibilitas;
g.
bantuan dan asistensi sosial;
dan/atau
h. rujukan.
2019, No. 182 -8-
Pasal 11
(1)
Rehabilitasi
Sosial lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan Keberfungsian
Sosial individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat.
(2)
Rehabilitasi Sosial lanjut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam bentuk:
a. motivasi
dan diagnosis psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
c.
pelatihan vokasional dan pembinaan
kewirausahaan;
d.
pelayanan aksesibilitas;
e.
bantuan dan asistensi sosial;
f.
bimbingan resosialisasi;
g.
bimbingan lanjut; dan/atau
h. rujukan.
(3)
Selain bentuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Rehabilitasi Sosial lanjut juga dilakukan dalam bentuk:
a.
terapi fisik;
b. terapi mental
spiritual;
c.
terapi psikososial;
d. terapi untuk penghidupan;
e.
pemenuhan hidup layak;
f.
dukungan aksesibilitas; dan/atau
g.
bentuk lainnya yang mendukung Keberfungsian Sosial.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan Rehabilitasi Sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
-9-
Bagian Kelima Pemberdayaan Sosial
2019, No.182
Pasal 13
(1)
Pemberdayaan Sosial
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf d merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk:
a.
memberdayakan individu,
keluarga, kelompok, dan/atau
masyarakat yang mengalami masalah sosial agar mampu meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri; dan
b.
meningkatkan peran serta lembaga
dan/atau perseorangan sebagai
potensi dan sumber
daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(2)
Pemberdayaan Sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui:
a.
identifikasi permasalahan dan sumber daya yang dapat dikembangkan;
b.
penumbuhan kesadaran
dan pemberian motivasi;
c.
pelatihan keterampilan;
d. penguatan kelembagaan dalam masyarakat;
e.
pendampingan;
f.
kemitraan dan penggalangan dana;
g.
pemberian akses terhadap stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha;
h.
peningkatan akses pemasaran hasil usaha;
i.
supervisi dan advokasi sosial;
j.
penguatan keserasian sosial; dan/atau
k. bimbingan lanjut.
Bagian Keenam Pengembangan Sosial
Pasal 14
(1)
Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf e
merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan
untuk meningkatkan dan
2019, No. 182 -10-
mengembangkan kualitas kehidupan serta Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat melalui partisipasi aktif
atas prakarsa perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(2)
Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1)
dilakukan dalam bentuk:
a.
pemetaan sosial;
b. advokasi sosial;
c.
pendidikan psikoedukasi;
d. kampanye sosial;
e.
pengembangan kemitraan;
f.
peningkatan aksesibilitas;
g.
supervisi sosial;
h. penguatan integrasi
sosial;
i.
pengembangan inovasi pekerjaan sosial; dan/atau
j.
Pengembangan Sosial bentuk lain.
(3)
Pengembangan Sosial bentuk lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf j ditetapkan oleh Menteri.
BAB III
STANDAR
PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
Bagian Kesatu Umum
Pasal 15
(1)
Praktik Pekerjaan Sosial dilaksanakan berdasarkan standar Praktik Pekerjaan Sosial.
(2)
Standar Praktik Pekerjaan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
standar operasional prosedur;
b. standar kompetensi
Pekerja Sosial; dan
c.
standar layanan.
-11-
Bagian Kedua Standar
Operasional Prosedur
2019, No.182
Pasal 16
(1)
Standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a meliputi:
a.
pendekatan awal;
b. asesmen;
c.
perencanaan intervensi;
d. intervensi; dan
e.
evaluasi, rujukan, dan terminasi.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Standar Kompetensi Pekerja Sosial
Pasal 17
(1)
Standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b meliputi
standar:
a.
pengetahuan;
b.
keterampilan; dan
c.
nilai,
dalam Praktik Pekerjaan
Sosial.
(2)
Standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari Organisasi Pekerja Sosial.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
standar kompetensi Pekerja
Sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
2019, No. 182 -12-
Bagian Keempat
Standar Layanan
Pasal 18
(1)
Standar layanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
15 ayat (2) huruf c dilandaskan pada fungsi Praktik
Pekerjaan Sosial.
(2)
Fungsi Praktik Pekerjaan
Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
mencegah disfungsi sosial;
b. melaksanakan Pelindungan Sosial;
c.
melaksanakan Rehabilitasi Sosial;
d. melaksanakan Pemberdayaan Sosial; dan
e.
melaksanakan Pengembangan Sosial.
(3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai standar
layanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
PENDIDIKAN
PROFESI PEKERJA SOSIAL
Pasal 19
Pendidikan profesi
Pekerja Sosial merupakan
pendidikan setelah sarjana
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja
sama dengan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau organisasi profesi
yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.
Pasal 20
Untuk menyelesaikan pendidikan profesi
Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19, peserta didik harus lulus Uji Kompetensi yang bersifat nasional.
Pasal 21
Syarat untuk mengikuti
pendidikan profesi Pekerja Sosial:
a.
sarjana kesejahteraan sosial;
b. sarjana terapan pekerjaan sosial; atau
-13-
2019, No.182
c.
sarjana ilmu sosial lainnya
terkait kesejahteraan sosial.
Pasal 22
Untuk melakukan Praktik Pekerjaan Sosial, seseorang harus lulus Uji Kompetensi.
Pasal 23
(1)
Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 dilakukan melalui:
a.
pendidikan profesi
Pekerja Sosial; atau
b.
rekognisi pembelajaran lampau.
(2)
Uji Kompetensi melalui pendidikan profesi
Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperuntukkan bagi peserta didik pendidikan profesi
Pekerja Sosial.
(3)
Uji Kompetensi
melalui rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diperuntukkan bagi setiap orang yang sudah bekerja, mempunyai pengalaman di bidang pelayanan sosial,
dan/atau telah mengikuti
pendidikan dan pelatihan
bidang pelayanan sosial.
(4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pelaksanaan rekognisi pembelajaran lampau untuk mengikuti
Uji Kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi.
Pasal 24
Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi
bekerja sama dengan Organisasi Pekerja
Sosial.
Pasal 25
Peserta yang lulus Uji Kompetensi dalam
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a berhak mendapatkan sertifikat profesi dari
2019, No. 182 -14-
perguruan tinggi dan Sertifikat
Kompetensi dari Organisasi Pekerja
Sosial serta berhak melakukan Praktik
Pekerjaan Sosial.
Pasal 26
Peserta yang lulus Uji Kompetensi melalui
rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
23 ayat (1) huruf
b berhak mendapatkan Sertifikat Kompetensi dan dinyatakan sebagai
Pekerja Sosial serta berhak melakukan
Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pendidikan profesi Pekerja Sosial
dan Uji Kompetensi diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi berkoordinasi dengan
kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, dan/atau Organisasi
Pekerja Sosial.
BAB V REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK
Bagian Kesatu Registrasi
Pasal 28
(1)
Setiap Pekerja Sosial yang melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial wajib memiliki
STR.
(2)
STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Organisasi Pekerja
Sosial.
Pasal 29
Untuk memperoleh STR Pekerja Sosial harus memenuhi
persyaratan:
a.
memiliki Sertifikat Kompetensi;
b. memiliki surat keterangan kondisi jasmani dan rohani;
-15-
2019, No.182
c.
memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Pekerja Sosial; dan
d.
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial.
Pasal 30
(1)
STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi
persyaratan.
(2)
Persyaratan untuk Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a.
memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi;
c.
memiliki surat keterangan kondisi jasmani dan rohani;
d.
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial; dan
e.
telah mengabdikan diri sebagai Pekerja Sosial.
Pasal 31 STR tidak berlaku karena:
a.
habis masa berlakunya dan Pekerja Sosial tidak mendaftar ulang;
b. atas permintaan sendiri;
c.
Pekerja Sosial meninggal dunia; atau
d.
dicabut atas dasar ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi Ulang diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Registrasi
Pekerja Sosial Lulusan Luar Negeri
Pasal 33
(1)
Pekerja Sosial lulusan luar negeri yang akan melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial
di Indonesia
2019, No. 182 -16-
harus dilakukan evaluasi dan/atau
verifikasi oleh Organisasi Pekerja Sosial.
(2)
Evaluasi dan/atau
verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a.
bukti penyetaraan ijazah oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi;
b.
surat
keterangan telah mengikuti program adaptasi dan Sertifikat
Kompetensi;
c.
surat
pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Pekerja Sosial;
d. surat keterangan
kondisi jasmani dan rohani; dan
e.
surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
kode etik Pekerja
Sosial.
(3)
Pekerja Sosial
lulusan luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
STR.
(4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Registrasi Pekerja Sosial lulusan
luar negeri diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Registrasi
Pekerja Sosial Warga Negara Asing
Pasal 34
(1)
Pekerja Sosial warga negara asing dapat melakukan Praktik
Pekerjaan Sosial di Indonesia.
(2)
Pekerja Sosial warga negara asing yang melakukan Praktik
Pekerjaan Sosial di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat izin kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan
dan kemampuan berbahasa
Indonesia.
(3)
Pekerja Sosial
warga negara asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
STR sementara oleh Organisasi Pekerja
Sosial.
-17-
2019, No.182
Pasal 35
(1)
STR sementara
dapat diberikan kepada Pekerja Sosial warga negara asing yang melakukan kegiatan
pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pelayanan di bidang
kesejahteraan sosial yang bersifat sementara di Indonesia.
(2)
STR sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama
1 (satu) tahun
dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh STR sementara diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat Izin Praktik
Pasal 37
(1)
Pekerja Sosial
yang menjalankan Praktik
Pekerjaan Sosial mandiri wajib memiliki
izin.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dalam bentuk SIPPS.
(3)
SIPPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota tempat
Pekerja Sosial menjalankan praktik mandirinya.
(4)
Untuk mendapatkan SIPPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), Pekerja
Sosial harus melampirkan:
a.
salinan STR yang masih berlaku; dan
b.
surat pernyataan memiliki tempat praktik
atau surat keterangan dari pimpinan tempat
Pekerja Sosial berpraktik.
(5)
SIPPS masih berlaku apabila:
a.
STR masih berlaku; dan
b.
Pekerja Sosial berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPPS.
2019, No. 182 -18-
Pasal 38
(1)
SIPPS hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik
mandiri.
(2)
SIPPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada Pekerja Sosial paling banyak untuk 2 (dua) tempat praktik mandiri.
Pasal 39 SIPPS tidak berlaku karena:
a.
dicabut berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang- undangan;
b.
habis masa berlakunya;
c.
atas permintaan Pekerja Sosial;
atau
d. Pekerja Sosial meninggal dunia.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban
Pekerja Sosial
Pasal 41
Pekerja
Sosial dalam melaksanakan pelayanan Praktik
Pekerjaan Sosial berhak:
a.
memperoleh pelindungan hukum dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
b.
memperoleh informasi yang benar, jelas,
dan jujur dari Klien, keluarga,
dan/atau pihak lain yang terkait;
c.
meningkatkan kompetensi melalui pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesi;
d.
mendapatkan promosi
dan/atau penghargaan sesuai
dengan prestasi kerja;
-19-
2019, No.182
e.
memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Pekerja Sosial;
dan/atau
f.
menerima imbalan
jasa atas pelayanan yang telah dilakukan.
Pasal 42
Pekerja Sosial dalam melaksanakan pelayanan Praktik Pekerjaan
Sosial wajib:
a.
memberikan
pelayanan sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
b.
memberikan informasi
yang lengkap dan benar mengenai pelayanan kepada Klien, keluarga,
dan/atau pihak lain sesuai dengan kewenangannya;
c.
menjaga kerahasiaan Klien;
d.
merujuk Klien
kepada pihak lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan sesuai
dengan penanganan masalah;
e.
meningkatkan mutu pelayanan pekerjaan
sosial;
f.
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi serta pengetahuan secara berkelanjutan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan dan/atau pelatihan; dan
g.
bertindak objektif
dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, latar belakang
keluarga, disabilitas, dan status sosial
ekonomi kepada Klien dalam menjalankan tugas keprofesionalan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Klien
Pasal 43
Klien dalam menerima
pelayanan Praktik Pekerjaan
Sosial berhak:
a.
memperoleh pelayanan sesuai dengan standar
Praktik Pekerjaan Sosial;
2019, No. 182 -20-
b.
memperoleh informasi
secara benar dan jelas mengenai
rencana intervensi Praktik Pekerjaan Sosial;
c.
memberi persetujuan atau penolakan terhadap
rencana intervensi yang akan dilakukan;
d.
memperoleh jaminan
kerahasiaan identitas dan kondisi Klien;
dan
e.
mengajukan keberatan atas pelayanan yang tidak sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan
Sosial.
Pasal 44
(1)
Kerahasiaan identitas
dan kondisi Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d dapat
diungkapkan atas dasar:
a. kepentingan Klien;
b. permintaan aparatur penegak hukum;
c.
persetujuan Klien; dan/atau
d. perintah undang-undang.
(2)
Kepentingan Klien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan ketentuan:
a.
memperhatikan
prinsip etik dalam keadaan darurat dan/atau keselamatan hidup; atau
b.
harus dengan persetujuan Klien atau keluarga
dalam keadaan tidak darurat.
Pasal 45
(1)
Klien dalam menerima pelayanan
Praktik Pekerjaan Sosial wajib:
a.
memberikan
informasi yang lengkap, jelas, dan jujur mengenai kondisinya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Pekerja Sosial; dan
c.
memberikan imbalan
jasa atas pelayanan
Praktik Pekerjaan Sosial yang diterima.
(2)
Imbalan jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf
c tidak berlaku jika Klien merupakan orang atau sekelompok orang yang tergolong miskin atau sedang dalam musibah.
-21-
BAB VII ORGANISASI PEKERJA
SOSIAL
2019, No.182
Pasal 46
(1)
Pekerja Sosial membentuk Organisasi Pekerja Sosial yang bersifat independen, mandiri, dan berbadan
hukum.
(2)
Organisasi
Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan kompetensi, karier, pelindungan, dan kesejahteraan Pekerja
Sosial.
(3)
Pekerja Sosial
wajib menjadi anggota Organisasi Pekerja Sosial.
(4)
Pembentukan Organisasi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5)
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi Organisasi Pekerja Sosial
dalam pelaksanaan pembinaan
dan pengembangan Pekerja
Sosial.
Pasal 47 Organisasi Pekerja Sosial bertugas:
a.
menyusun kode etik Pekerja Sosial;
b.
melaksanakan Registrasi
Pekerja Sosial;
c.
meningkatkan
pengetahuan, kompetensi, dan martabat Pekerja Sosial;
dan
d.
melakukan pelindungan dan pengawasan terhadap
Pekerja Sosial yang melakukan Praktik
Pekerjaan Sosial.
Pasal 48
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Organisasi Pekerja Sosial berwenang:
a.
menetapkan dan menegakkan kode etik Pekerja Sosial;
b. memberikan bantuan hukum kepada Pekerja Sosial;
c.
melakukan pembinaan dan pengembangan Pekerja
Sosial;
2019, No. 182 -22-
d.
menyatakan terpenuhi atau tidaknya persyaratan Registrasi Pekerja Sosial;
e.
menerbitkan, memperpanjang, membekukan, dan mencabut
STR;
f.
menyatakan terjadi
atau tidaknya suatu pelanggaran kode etik Pekerja Sosial berdasarkan hasil investigasi;
g.
menjatuhkan sanksi
terhadap Pekerja Sosial yang tidak
memenuhi standar Praktik
Pekerjaan Sosial;
h.
menjatuhkan sanksi terhadap Pekerja Sosial yang melakukan pelanggaran kode etik Pekerja Sosial; dan
i.
melakukan kerja sama dengan
lembaga dalam dan luar negeri untuk penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
BAB VIII
DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK
Pasal 49
(1)
Dewan
kehormatan kode etik dibentuk oleh Organisasi
Pekerja Sosial untuk menegakkan kode etik Pekerja
Sosial.
(2)
Dewan kehormatan kode etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan
kode etik Pekerja
Sosial dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik Pekerja
Sosial.
(3)
Rekomendasi dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
dilaksanakan oleh Organisasi Pekerja Sosial.
(4)
Rekomendasi dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar Organisasi Pekerja
Sosial serta ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5)
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b.
pembekuan sementara STR; dan/atau
-23-
c.
pencabutan STR.
2019, No.182
Pasal 50
Ketentuan mengenai
keanggotaan serta mekanisme
kerja dewan kehormatan kode
etik diatur dengan anggaran dasar Organisasi Pekerja Sosial.
BAB IX
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu Umum
Pasal 51
Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah
menjamin terselenggaranya Praktik
Pekerjaan Sosial yang bermutu dan melindungi masyarakat penerima pelayanan Praktik
Pekerjaan Sosial.
Bagian Kedua Pemerintah Pusat
Pasal 52
(1)
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 bertugas:
a.
menyusun standar
operasional prosedur, standar
kompetensi, dan standar layanan;
b. menyusun standar pendidikan Pekerja Sosial;
c.
menyusun tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi;
d.
melakukan pembinaan terhadap penyelenggaran Praktik
Pekerjaan Sosial bekerja
sama dengan Organisasi Pekerja Sosial;
e.
melakukan pengawasan penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial oleh Organisasi Pekerja Sosial;
f.
mendorong tersedianya sarana pendidikan dan sumber daya dalam rangka
percepatan
2019, No. 182 -24-
penyelenggaraan pendidikan
profesi Pekerja Sosial; dan
g.
melakukan
pengelolaan basis data penyelenggaraan Praktik Pekerjaan
Sosial skala nasional.
(2)
Dalam melakukan
pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, Pemerintah Pusat dapat bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 53
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pemerintah Pusat berwenang menetapkan:
a.
program pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial skala nasional;
b.
kebijakan sistem Registrasi Pekerja Sosial;
c.
standar
operasional prosedur, standar
kompetensi, dan standar
layanan; dan
d. tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi.
Pasal 54
Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53
dilaksanakan oleh menteri sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Bagian Ketiga Pemerintah Daerah
Pasal 55
Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 bertugas:
a.
melakukan
pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial;
b.
melakukan pengelolaan pangkalan data pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial di lingkup Pemerintah Daerah;
c.
memfasilitasi pelayanan
Praktik Pekerjaan Sosial; dan
d.
melakukan
pengawasan pelaksanaan Praktik Pekerjaan Sosial bersama-sama dengan Organisasi Pekerja Sosial di daerah.
-25-
2019, No.182
Pasal 56
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pemerintah Daerah berwenang:
a.
menetapkan program pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial di lingkup Pemerintah Daerah;
b.
mendapatkan
data pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial dari pemangku
kepentingan;
c.
menetapkan program
fasilitasi pelayanan Praktik
Pekerjaan Sosial; dan
d.
memberikan dan
mencabut izin praktik Pekerja Sosial setelah mendapatkan rekomendasi dari dewan kehormatan kode etik Organisasi Pekerja Sosial.
BAB X
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 57
Masyarakat dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 58
Peran aktif masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 meliputi paling sedikit:
a.
berpartisipasi dalam upaya pencegahan
masalah sosial;
b.
menyampaikan laporan
adanya masalah sosial
yang perlu penanganan
Pekerja Sosial;
c.
menyampaikan laporan terjadinya malpraktik yang dilakukan Pekerja
Sosial;
d.
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Praktik Pekerjaan
Sosial; dan/atau
e.
menyampaikan usulan perbaikan kebijakan terkait
dengan pelaksanaan Praktik Pekerjaan Sosial.
2019, No. 182 -26-
BAB XI KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 59
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
Pekerja Sosial
yang merupakan kelompok
jabatan fungsional sebelum
Undang-Undang ini diundangkan tetap diakui sebagai
Pekerja Sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
b.
Istilah pekerja
sosial profesional yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai
Pekerja Sosial, sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 60
Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4967):
a.
Pekerja sosial profesional yang telah melakukan
pelayanan sosial tetapi belum mengikuti
Uji Kompetensi, masih diberikan kewenangan melakukan pelayanan sosial untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan;
b.
Pekerja sosial profesional yang belum tersertifikasi, tenaga kesejahteraan sosial,
penyuluh sosial, dan relawan
sosial yang telah melakukan pelayanan sosial
diakui sebagai Pekerja
Sosial setelah lulus Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23; dan
c.
Pekerja sosial
profesional yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi
sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap diakui sebagai Pekerja
Sosial menurut Undang-
Undang ini.
-27-
2019, No.182
Pasal 61
Rekognisi pembelajaran lampau dilakukan dengan ketentuan:
a.
setiap orang
yang sudah mempunyai pengalaman dalam
pelayanan sosial tetapi tidak berlatar belakang pendidikan sarjana kesejahteraan sosial atau sarjana
terapan pekerjaan sosial harus mengikuti
pendidikan profesi Pekerja Sosial; dan
b.
setiap orang yang sudah bekerja, mempunyai
pengalaman di bidang pelayanan sosial, dan/atau telah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang
pelayanan sosial dapat langsung mengikuti
uji kompetensi sepanjang belum ada pendidikan profesi
Pekerja Sosial dan paling lama 5
(lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 62
Institusi yang melaksanakan Uji
Kompetensi Pekerja Sosial sebelum Undang-Undang ini diundangkan masih
dapat melakukan tugas dan wewenangnya sampai dengan Uji Kompetensi
diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja
sama dengan Organisasi Pekerja Sosial.
BAB XII KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 63
Organisasi Pekerja
Sosial yang sudah ada harus menyesuaikan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang
ini paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 64
Pendidikan Profesi
Pekerja Sosial harus terselenggara di perguruan tinggi
paling lambat 5 (lima) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
2019, No. 182 -28-
Pasal 65
Pelaksanaan Uji Kompetensi Pekerja
Sosial harus diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan
Organisasi Pekerja Sosial paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 66
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
ketentuan yang mengatur
mengenai pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai
dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4967),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
semua Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari peraturan
perundang- undangan yang
berkaitan dengan Praktik Pekerjaan Sosial, dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru.
Pasal 68
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun
sejak Undang- Undang ini diundangkan.
Pasal 69
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
-29-
2019, No.182
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JOKO WIDODO
Diundangkan
di Jakarta pada tanggal 2 Oktober 2019
PLT. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJOKUMOLOSUMBER: https://bit.ly/3y7SbQ2